Program Indonesia Pintar, Efektif Kah?
Pada kesempatan ini saya akan sedikit menyentil salah satu program pemerintah. Tulisan ini secara jujur lahir dari pengalaman saya sehari-hari ketika membantu siswa dalam mengambil uang Program Indonesia Pintar (PIP). Sehingga tulisan ini bertujuan untuk mereview bagaimana sebenarnya uang PIP disalurkan dan digunagakan oleh rakyat yang dalam hal ini adalah para pelajar atau pun mahasiswa.
Anda boleh berkomentar nantinya di ruang komentar terkait tulisan yang saya muat ini. Semoga tulisan ini mencerahkan.
Pertama yang akan saya ulas adalah masalah penyaluran dana PIP. Apakah sudah sesuai dengan sasaran?
Pada mulanya uang PIP disalurkan oleh pemerintah untuk siswa yang termasuk sebagai kategori miskin/rentan miskin tidak mengalami putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi. Selain itu pemerintah juga berharap agar siswa yang putus sekolah bisa kembali masuk sekolah dengan adanya bantuan tersebut.
Dana PIP sendiri diperuntukkan untuk anak usia 6-21 tahun yang masuk kategori miskin atau rentan miskin berupa uang tunai. Dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh penerima untuk membiayai pendidikan atau kebutuhan sekolah lainnya. Uang PIP tersebut dapat dicairkan melalui bank-bank yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Niat pemerintah dalam program tersebut tentu sudah tidak diragukan lagi. Akan tetapi kenyataannya di lapangan masih jauh dari apa sebenarnya diharapkan pemerintah. Terutama mengenai penyaluran dana tersebut. Terkadang saya merasa kasihan ketika melihat di depan mata kepala sendiri sesuatu yang tidak wajar. Ada anak-anak yang seharusnya mendapatkan PIP justeru tidak memperolehnya. Sementara di lain pihak anak-anak orang yang mampu malah mendapatkannya. Ini terlihat miris bagi saya.
Yang menjadi pertanyaan saya. Bagaimana sebetulnya proses pendataan PIP ini? Apakah metode pencacakannya sudah tepat. Dari mana pemerintah mendapatkan datanya? Kok bisa penyelenggara program meloloskan nama-nama yang ada dalam anggota keluarga mampu.
Sebetulnya saya tidak menyalahkan siapa-siapa. Tetapi saya hanya berpikir sebobrok inikah sistem yang ada di negara ini?
Bukankah data-data sudah online semua. Tapi kok, masih belum bisa membedakan mana orang miskin, mana orang mampu.
Sekali lagi saya benar-benar sedih melihat keadaan ini. Saya sedih melihat peserta didik yang melihat teman-teman mereka pergi mengambil PIP, sementara ia diam di sekolah dengan harapan akan dapat pergi juga. Mereka pasti tau dia antara teman mereka yang pergi mengambil PIP itu adalah anak orang yang berada alias mampu. Tidak jarang saya mendengar mereka berkata, “Anak orang kaya kok dapat, kita yang miskin nggak...”. Benar, mereka berkata jujur. Saya tau mereka memang anak-anak yang hampir putus sekolah. Bahkan ada diantara mereka yang tidak memiliki orang tua.
Berikutnnya, fakta yang akan saya ungkap adalah bagaimana anak-anak membelanjakan uang PIP?
Hmm, untuk membahas hal yang satu ini memang ngeri-ngeri sedap. Sudah jelas kan tadi beberapa di antara yang mendapatkan uang PIP itu adalah anak orang kaya. Jadi kita tau sekarang ke mana dan untuk apa uang itu digunakan mereka.
Pernah suatu waktu saya mendapatkan informasi dari orang tua anak yang mendapatkan uang PIP. Katanya anak mereka tidak pernah mengasi tahu orangnya saat mendapatkan uang PIP. Jadi uangnya dibelanjakan ke mana dan untuk apa tidak ada yang tau. “Saya, tidak pernah dikasi tau sama sekali,” kata salah satu orang tua.
Saya pun merenung kembali, ini salah siapa? Kebetulan yang melaporkan begitu adalah orang yang cukup berada di kampung. Disamping punya usaha, juga sebagai kepala kampung. Jadi, wajarlah kalau uang segitu, tidak terlalu dipikirkan. Maksudnya tidak terlalu dicari oleh orang tua mereka. Karena itu tadi, mereka mampu mencari yang lebih besar. Jadi, uang segitu dianggap sedikit. Padahal, ya Allah ya Robbi, bagi orang miskin uang itu sangat berharga sekali. Itu sudah cukup banyak buat mereka. Bagi orang miskin itu pasti dipakai untuk membeli sepatu dan buku, juga peralatan sekolah lainnya. Sementara mereka yang kaya uang segitu untuk apa? Paling buat beli pulsa. Bahkan ada yang saya dengar bisik-bisik, “pakai top up, buat main ML”.
Pokoknya saya sangat sedih dan akan selalu sedih kalau mengingat program PIP ini. Jadi solusinya sekarang bagaimana?
Kalau menurut saya pribadi, baiknya dana PIP itu dialihkan saja ke bentuk yang lebih produktif, atau jelas kebermanfaatannya. Misalnya pengadaan buku-buku bacaan atau perlengkapan sekolah. Kalau pun dalam bentuk uang jangan semuanya. Fifti-fiftilah. 50 persen disalurkan dalam bentuk tunai, dan 50 persennya lagi dalam bentuk barang yaitu buku-buku bacaan.
Bagaimana menurut Anda?
-------------------------------
23-08-2022
Post a Comment for "Program Indonesia Pintar, Efektif Kah?"
Terima kasih atas komentar baik Anda.