Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Memantaskan Diri Menjadi Seorang Penulis

Sahabat Diaryku, sudah lebih dari sepuluh tahun saya mencoba memantaskan diri menjadi seorang penulis. Sepuluh tahun tentu waktu yang cukup lama bagi seseorang yang berusaha memperjuangkan sebuah karier. Tapi mungkin tidak untuk seorang penulis. Nyatanya dalam waktu segitu saya masih belum bisa apa-apa selain menulis diary. Maka kalau dipikir-pikir apa sebenarnya yang saya hasilkan dalam waktu yang cukup lama itu. Ah, rasa-rasanya aku tak pantas jadi seorang penulis. Mengingat waktu lebih dari sepuluh tahun belum juga menemukan jati diri sebagai seorang penulis.

Ini adalah ujian terberat bagi seorang penulis. Tatkala lelah, tatkala lemah, atau sebut saja writer block, acapkali seorang penulis berputus asa. Mereka mulai menghitung-hitung atau menimbang-nimbang diri, atau bahkan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain yang mampu menulis dalam waktu singkat. Sementara dirinya sendiri belum menghasilkan apa-apa meski dalam waktu yang sudah cukup lama menulis. Misalkan saja seorang anak yang baru sepuluh tahun saja sudah bisa menulis buku. Sementara dirinya yang (katakanlah) kini sudah berusia 30-an tahun tidak bisa menghasikan buku satu biji pun. Lantas ditaruh di mana rasa malunya kalau saja kedua orang ini boleh disandingkan?

Disinilah pentingnya pemantasan diri. Kalau saja seorang penulis berani bergerak cepat dan tepat mungkin saja dalam waktu yang singkat (kurang dari 10 tahun) sudah bisa menghasilkan minimal 2-3 buah buku. Itu sudah merupakan hitungan pemalas. Padahal sebetulnya dalam satu tahun saja sudah bisa menghasilkan satu buah buku. Sulit memang merealisikan teori atau pun ucapan para penulis produktif. Hanya saja kita perlu tau bagaimana kebiasaan menulisnya sehingga menghasilkan karya.

Saya sendiri sebetulnya  sering memerhatikan dan mempelajari bagaimana seorang penulis bisa menghasilkan karya yang banyak dalam rentang waktu tertentu. Usut punya usut ternyata rahasianya cuma satu. Yaitu selalu meluangkan waktu menulis setiap hari. Biasanya mereka punya waktu khusus untuk menulis. Entah itu malam atau pun siang hari. Tapi kebanyakan saya melihat banyak yang sedikit punya waktu luang di malam hari. Karena memang malam hari adalah waktu untuk istirahat. Tetapi sebagian waktu istirahat itu dipergunakan oleh penulis produktif untuk melanjutkan karya mereka atau pun menyelesaikan tulisan-tulisan mereka. Begitu yang bisa petik dari mereka.

Kaitannya dengan 10 tahun belum ada apa-apanya tadi, itu sih wajar saja. Waktu segitu sebetulnya masih wajar-wajar saja. Masih banyak para legenda yang melebihi waktu itu. bahkan ada yang menghasilkan sebuah karya setelah ia sudah tua. Namun begitu karya terbit langsung menjadi best seller. Hal itu terjadi bukan karena mereka tidak pernah menulis di waktu muda. Tetapi saking susahnya menembus penerbit. Beratus-ratus kali mereka mencoba mengirimkan karya ke penerbit tetapi tetap saja ditolak. Tetapi mereka tidak merasa bersalah. Dalam kondisi itu mereka tetap menulis. Meskipun pada akhirnya bosan mengirim tulisan mereka. Tetapi mereka selalu menulis dan menulis setiap harinya. Itulah sebabnya ketika mereka mencoba mengirim tulisan yang kesekian kalinya, tulisan mereka sudah terlihat matang. Artinya banyak pengalaman pahit dan manis yang sudah mereka alami dituangkan ke dalam tulisan secara alami. Itulah letak kekuatan karya mereka. Yakni syarat dengan pengalaman dan penghayatan penulisnya.

Maka dari itu, kita sebagai penulis yang saat ini mencoba memantaskan diri untuk menjadi penulis, tetaplah menulis. Jangan pedulikan apakalah tulisanmu diterbitkan atau tidak, tetapi pedulilah setiap hari untuk menulis. Karena hanya dengan begitu kamu boleh pantas menjadi seorang penulis.

----------------------

14/0822


Post a Comment for "Memantaskan Diri Menjadi Seorang Penulis"