Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ingin Menjadi Penulis? Ya Harus... (Edisi Menyindir Diri Sendiri)

ingin jadi penulis

Satu jam sudah berlalu aku belum juga menuliskan apa-apa. Padahal sejak awal membuka laptop aku sudah berambisi ingin menulis apa saja di sini. Akan tetapi akibat dari pikiran yang tidak fokus, tangan yang usil ingin memegang gadged, atau scrolling di media sosial. Akibatnya, tujuan utama malah terganggu. Ini adalah hambatan para penulis di zaman sekarang. Di samping adanya kemudahan dalam menulis akan tetapi dibarengi pula oleh gangguang-gangguannya yang terintegrasi langsung pada benda-benda elektronik yang sebetulnya sangat dibutuhkan sebagai wadah untuk menulis. 

Lagi-lagi masalah fokus. Jadi sebetulnya bagaimana kita memokuskan diri dalam menulis. Barangkali ini bisa kita temukan jawabannya di dalam diri kita sendiri. Kita sudah berencana tapi pikiran kita yang mengelabuhi. Ini tentu namanya tidak konsisten. Jadi sebagai seorang penulis profesional seharusnya ini tidak terjadi. Kalau ia terjadi, lekaslah kita mengambil alih keadaan. Jangan sampai berlarut-larut hingga tidak mengahasilkan tulisan apa-apa.

Sebagai seorang penulis apalagi yang kita hasilkan selain tulisan. Kalau kita menghasilkan ambisi saja tentu belum bisa disebut penulis. Atau hanya mengeluarkan kata-kata motivasi tetapi tidak tertulis, belum juga disebut tulisan. Jadi, menulislah, maka kita akan menghasilkan tulisan. Ya, sebetulnya sesederhana itu. Terus bagaimana dengan kualitas tulisan? Kualitas bisa belakangan. Karena kalau kita terbiasa menulis, jangankan kualitas, cuan pun akan kita peroleh. 

Nah, jadi para penulis pemula (saya sendiri) marilah menyadari betapa berpikir untuk menulis itu belum menulis. Tetapi menulis apa yang sedang dipikirkan, itu baru menulis. 

Mari kita mulai menulis.

Saya sering mengajar anak-anak menulis di depan kelas. Biasanya anak-anak akan banyak berpikir atau terbengong-bengog, apa yang harus ia tulis. Kalau pun saya kasih tema atau gambaran isi cerita ia tetap tidak bisa menulis satu kalimat pun. Maka jalan satu-satunya adalah menyruhkan mereka menulis apa yang sedang mereka pikirkan saat itu. Misal bunyi tulisannya begini, “Saat ini aku sedang memikirkan apa yang ingin aku tulis. Aku ditugaskan menulis cerpen, tetapi kepala ku buntu. Tidak sepatah kata pun bisa aku tulis. Akhirnya pak guru menuyuruhku menulis apa yang aku pikirkan. Ya, inilah yang aku pikirkan. Apa yang aku tulis inilah yang aku pikirkan saat ini. Lucu kan? Tapi juga ya, benar juga kata pak guru. Setelah saya menulis apa yang aku pikirkan ini, ternyata aku sudah menulis. Hebat. Ternyata menulis itu semudah ini. tapi, apakah ini  sudah termasuk cerita. Baik aku akan menanyakannya pada pak guru.”

Nah, begitu model pikiran yang tertuang dalam tulisan. Tentu ada banyak pikiran yang bisa kita bisa transformasi ke dalam bentuk tulisan. Bayangkan kalau saja pikiran-pikiran itu bisa aktualisasikan. Tentu tulisan kita akan menjadi hidup. Sesuai dengan keadaan. Feel-nya pun pasti dapat. Maka dengan sendirinya tulisan kita punya ruh. Setelah itu barulah kita mencoba ke arah editing. Kalau sudah dipoles tentu harkat dan martabat tulisan kita akan bisa disejajarkan dengan tulisan-tulisan yang bermutu. Misalkan dari segi ejaan, penggunaan kata besar, penempatan tanda baca dan lain  sebagainya. Wah, kalau sudah begitu, kita sudah melalui proses yang matang dan sempurna. Kita layak disebut sebagai penulis.

---------------------------------

Lombok Timur,  01-08-2022

Post a Comment for "Ingin Menjadi Penulis? Ya Harus... (Edisi Menyindir Diri Sendiri)"